Rabu, 24 Juni 2015

For You [episode 2]


Main Cast:
Kim Jaejoong, Jung Yunho, Shim Changmin, Kim Junsu, Park Yoochun

Cameo:
Ahn Jae Hyun

Genre: Romance

Satu

Matahari telah berada tepat di atas ubun-ubun, kesejukan pohon pinus seketika menguap jika siang terik di musim panas seperti ini telah datang. Suara burung-burung liar terdengar sesekali, nampaknya penghuni asli hutan ini sama sekali tidak terpangaruh oleh cuaca panas siang ini. Mereka tetap bermain kesana kemari dan mengambil minum di tepian danau.

Yunho dan Jaejoong memutuskan untuk tetap berada di dalam rumah siang ini. Tidak banyak yang bisa dilakukan karena semua pekerjaan rumah telah selesai dari tadi. Diam-diam keduanya merindukan kesibukan di ibukota yang telah menemani karir mereka selama bertahun-tahun.

Namun Jaejoong tidak ingin membicarakan itu karena Yunho pasti akan sedih. Jadi ia putuskan untuk mencari ide untuk mengisi kekosongan siang ini. Ia mulai mondar mandir mencari beberapa benda yang ia perlukan dan menyusun barang ini dan itu di depan Yunho yang duduk kebingungan di sofa.

“mwohae jinjja?” ia geram ingin membantu namun Jaejoong mengancam tidak akan masak selama tiga hari berturut-turut jika Yunho berani melangkahkan kakinya dari tempat duduk. 

Tak lama kemudian Jaejoong membawa kursi tinggi yang awalnya ditempatkan di kafe kecil yang ada di sudut rumah ini. Di depannya ia menempatkan satu kursi yang sama secara berhadapan dan menaruh tab serta dua speaker kecil yang terhubung ke listrik yang ada di dinding ruangan. Ia lantas menyuruh Yunho untuk menutup mata sambil menghitung sampai 100.

“89… 99… 100… Aku boleh membuka mataku?” tanya Yunho.

Tidak ada jawaban.

“Chagi?” Yunho mulai membuka matanya dan mengerjap-ngerjap silau. Hanya butuh beberapa detik saja sampai pengelihatannya kembali normal dan melihat sosok yang tengah duduk anggun di hadapannya.

Jaejoong tersenyum lebar sambil merentangkan kedua tangannya “tadaaaa!”

“apa ini?” Yunho bertanya penasaran, matanya tak lepas menatap bidadari yang kini memakai gaun putih yang dipakai Jaejoong dalam upacara pernikahan kecil-kecilan mereka. Ia terlihat sangat bersinar, apalagi dengan riasan sederhana yang menempel di wajahnya dengan sempurna. Jaejoong memang benar-benar artis profesional yang cekatan dalam hal rias merias.

Jaejoong memulai pertunjukkannya. Ia membuka aplikasi piano di tab, dan memainkan nada-nada lagu yang tak asing lagi di telinga Yunho. Setahu Yunho, lagu itu adalah ciptaan Jaejoong sendiri yang menjadi andalan dalam album keempatnya. Namun lebih dari itu, lagu berjudul “I Will Protect You” sebenarnya lahir dari perasaan Jaejoong setelah Yunho mengetahui tentang masa lalunya dan ikut terlibat.

Lagu itu mengalun merdu diiringi nada piano seadanya dari aplikasi smartphone. Sebenarnya yang menjadikan lagu itu indah adalah suara Jaejoong sendiri, Yunho merasa tersentuh mendengar lagu yang sudah lama tidak ia dengar itu.

Pertunjukkan usai, Yunho memberi tepuk tangan yang meriah meski penonton di sana hanya dirinya sendiri. Ia lantas bangkit menghampiri Jaejoong dan memeluknya erat. “kau pantas menerima Yunho Award Ms. Kim… anhi, Mrs Jung maksudku!”

“Yunho Award? Apa itu ajang penghargaan besar?” goda Jaejoong.

Yunho tersenyum “tidak, tapi hanya ada satu dan bisa melindungi nyawamu”

Senyuman di wajah Jaejoong mulai memudar, ia mendorong pelukan Yunho dengan lembut lalu menatap mata suaminya “gomawo…” ucapnya tulus.

“mianhae…” sekarang Yunho ikut-ikutan serius.

“untuk apa?”

“karena membuatmu tidak bisa bernyanyi di panggung lagi”

“aku tahu ini hanya sementara” Jaejoong berusaha menghibur Yunho dengan terlihat baik-baik saja. “aku kan bisa tetap bernyanyi untukmu”

“semuanya akan segera membaik, kau tidak udah khawatir!”

“kau juga tidak usah khawatir! Aku akan melindungimu” Jaejoong mencolek ujung hidung Yunho.

“Ya! Wanita macam apa yang melindungi laki-laki!” Yunho pura-pura protes, tak terima ia berada di posisi lemah.

“tentu saja wanita sepertiku” Jaejoong membanggakan dirinya sendiri sambil memasang wajah tengik.

“pokoknya aku saja yang melindungimu!”

“aku tidak mau dilindungi oleh namja dengan perut menggelambir sepertimu!” Jaejoong menyodok perut Yunho dengan tinjunya kemudian lari terbirit-birit sambil tertawa puas.

***

Dua

Suasana di dalam ruangan rapat diselingi hening panjang. Semua mata tertuju pada layar yang menampilkan sosok penting dalam kasus yang mereka tangani. Gambar hasil rekaman CCTV itu diambil di bandara Incheon empat hari yang lalu, gambarnya tidak begitu jelas. Namun siapapun bisa langsung mengenali yeoja berambut lurus itu, penyanyi solo terkenal yang sedang berada pada puncak karirnya: Kim Jaejoong.

Park Yoochun yang memimpin rapat segera mengambil keputusan untuk membubarkan rapat. Anak buahnya terlihat lelah dan tidak bisa lagi diajak untuk menganalisis kasus yang terasa buntu ini.

“besok pagi kita berkumpul lagi untuk melanjutkan investigasi kasus hilangnya Kim Jaejoong” ujarnya yang kemudian mempersilakan semua orang untuk keluar dari ruangan.

“Anda akan lembur lagi, Ketua?” tanya anak buah mangnaenya, Ahn Jae Hyun.

“Hm…” Park Yoochun menangguk singkat sambil membereskan berkas-berkas yang berserakan di meja. “ada yang ingin kau katakan?” tanyanya curiga.

Jae Hyun mengusap tengkuknya gugup “Tidak, bukan begitu. Aku hanya khawatir anda kelelahan, sejak kasus ini dibuka anda sangat bekerja keras dan hampir setiap hari tidak pulang ke rumah. Jadi…”

Park Yoochun menunggu kata-kata Jae Hyun selanjutnya.

“Apa anda sudah makan malam ketua?” tanya Jae Hyun diiringi senyuman garingnya.

Yoochun hanya tertawa kecil melihat kegugupan Jae Hyun. Ia tahu bahwa sejak awal mangnae dalam timnya ini sangat mengagumi dirinya. Jae Hyun bahkan mengatakan bahwa ia tidak pernah suka pada Idol manapun. Namun setelah mengenal dirinya sebagai ketua tim kriminal satu tahun yang lalu, ia mendadak menyatakan diri sebagai fanboy Park Yoochun.

“algaesso… kau ingin makan apa? Nasi? Ramen? Sate?” tanya Park Yoochun, mengerti arah permbicaraan Jae Hyun.

Mata Jae Hyun membulat antusias “daripada makan… bagaimana kalau… soju?”

***

Tiga

Beberapa saat yang lalu serombongan pemuda baru saja pergi meninggalkan kedai soju di pinggir jalan itu. Selain Park Yoochun dan Jae Hyun yang baru saja memesan, di sana tinggal ada sepasang mahasiswi yang asyik mengobrolkan dosen mereka dan seorang namja yang tengah minum sendirian di pojokan kedai.

“Hari ini aku yang traktir, simpan saja uangmu!”

“Ah… tidak ketua, aku sudah berjanji akan mentraktirmu hari ini” Jae Hyun menggoyang-goyangkan tangannya.

“lain kali saja, dan ingat, kau tidak boleh mentraktirku di kedai seperti ini! Belikan sesuatu yang lebih mahal!” canda Yoochun dengan tampang serius yang menyebalkan, namun begitu Jae Hyun tetap tersenyum menanggapinya.

“cho… ketua, sebenarnya aku penasaran akan sesuatu” ujar Jae Hyun hati-hati. 

“tentang diriku?” tebak Yoochun sambil membantu si bibi yang mengantarkan soju untuk menurunkan botol dan gelas dari nampannya.

“tentang kasus yang sedang kita tangani” Jae Hyun mulai mengecilkan volume suaranya.       

“wae?” Yoochun mulai berbicara dengan menatap anggota timnya itu.
Jae Hyun terlebih dahulu menuangkan soju ke gelas Yoochun sebelum lanjut berbicara “apa ada alasan khusus kenapa anda berusaha lebih keras dari biasanya untuk memecahkan kasus ini?”

Yoochun menenggak sojunya lalu diam sejenak “apa aku terlihat begitu?”
“sangat!” Jae Hyun menuangkan soju untuk dirinya sendiri lalu menenggaknya dalam satu tegukan “sesekali anda bahkan terlihat sangat tertekan sekali, kasus ini benar-benar membuat semua orang putus asa. Tapi anda sepertinya punya alasan lain…”

Yoochun diam lebih lama dari sebelumnya, lalu perlahan-lahan menyunggingkan senyum, entah untuk apa “kau punya pengelihatan yang bagus rupanya” ia menenguk lagi soju yang masih tersisa di gelasnya “Kim Jaejoong dan aku… dulu kami adalah teman dekat”

“heol…” bisik Jae Hyun kaget, ia sampai terpaku dan menghentikan gerakannya yang hendak menuangkan lagi soju ke gelas Yoochun. “jinjjayo ketua Park?” matanya yang sipit terlihat melebar mendengar berita mengejutkan itu.

“Kau boleh saja tidak percaya” ujar Yoochun santai.

“tidak… tidak…” Jae Hyun segera menggerak-gerakan tangannya lagi, sebagai tanda bahwa ia sama sekali tidak pernah meragukan kata-kata ketua timnya itu “lebih dari siapapun, aku tahu bahwa kata-kata anda tidak pernah menipu!”

“tapi, ini hanya rahasia kita berdua, oke? Kau tahu kan… aku tidak suka jadi bahan pembicaraan banyak orang”

Mulut Jae Hyun menganga lebar, ia tidak percaya bahwa ia punya rahasia khusus dengan idolanya. Dengan penuh semangat ia kemudian berdiri dan memberikan hormat “siap! Ketua Tim Park Yoochun!!!” serunya menggelegar ke seantero kedai.

Praaangg!!!

Yoochun, Jae Hyun, sepasang mahasiswi dan bibi pemilik kedai sontak menoleh ke arah yang sama.

Sebotol soju baru saja pecah, rupanya namja yang sejak tadi duduk sendirian di pojok itu mabuk berat dan tanpa sengaja menjatuhkan botol soju dari tangannya.

***

Empat

Indra pendengarannya baru saja menangkap nama Kim Jaejoong sebagai bahan obrolan dua orang di meja yang tak jauh berada darinya. Shim Changmin terus menenggak soju sambil diam-diam mendengarkan pembicaraan kedua orang itu. Namun suara mereka terlalu pelan sehingga tidak ada yang bisa ia dengar. Begitu salahsatu dari mereka berdiri dan menyebutkan nama Park Yoochun, ia begitu kaget dan tanpa sadar menjatuhkan botol soju dari tangannya.

“cheosonghamnida ahjuma…” Changmin merasa tidak enak kepada bibi yang membersihkan pecahan botol di hadapannya.

“anhi, ini sudah biasa.” Jawab bibi itu cuek “anak muda, jika kau sedang ada masalah dan ingin minum, sebaiknya bawa temanmu bersama. Itu akan lebih baik daripada duduk sendirian berjam-jam seperti ini”

Changmin tersenyum dengan enggan “hehe, aku biasanya memang minum sendirian, ahjuma”

“aigo… anak muda ini” bibi itu tertawa sambil menepuk bahu Changmin sebelum kemudian berlalu.

Changmin mencuri pandang ke arah meja Park Yoochun, namun hanya ada Jae Hyun di sana. Rupanya selama ia bercakap-cakap dengan si bibi, Park Yoochun keluar dari tenda ini. Changmin terburu-buru mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan sejumlah  uang kemudian menaruhnya di meja si bibi.

***

Lima

“Sudah dipastikan, Jaejoong pergi ke Indonesia hari itu” Yoochun tengah berbicara dengan seseorang di telepon.

“Indonesia?”

“benar, tapi untuk mengetahui lokasi tepatnya kita harus menunggu lebih lama lagi”

“kau melihat seseorang bersamanya?”

“seseorang? siapa?”

“anhi, hanya dugaanku saja, kau ingat bahwa ia menjalin hubungan dengen seseorang beberapa tahun ini, kan?”

Yoochun manggut-manggut, ia ingat semua hasil investigasi yang dia lakukan pada Kim Jaejoong selama ini “tentu saja, tapi masalahnya sampai sekarang kita tidak tahu siapa orang itu”

“benar, ia sangat menjaga rahasia kehidupan pribadinya”

“pokoknya, aku akan mencari kemungkinan itu juga. Apa kau punya dugaan tentang namja chingunya Jaejoong itu?”

“hmm… entahlah. Tapi karena selama lima tahun ini ia hidup sebagai bintang yang bergaul dengan orang-orang tertentu, mungkin namja itu orang yang berhubungan dengan JYH”

“yeah… bisa jadi” Yoochun mengusap dagunya “baiklah, aku akan mencari tahu lebih lanjut, kututup ya…”

Duk!

Saat membalikan badan dan hendak kembali ke dalam kedai, seseorang menabrak bahunya. Seorang namja berstelan rapi, analisisnya yang cepat memperkirakan bahwa orang tersebut mungkin berkedudukan tinggi di sebuah perusahaan. Ia mengenali namja itu sebagai orang yang mabuk di pojokan kedai dan beberapa saat lalu memecahkan botol sojunya.

“mianhamnida…” ucapnya dengan menunjukkan aegyo, cara jalannya juga menunjukkan bahwa ia mabuk berat.

“ne” Yoochun mengangguk pelan, namun saat itu juga si namja mabuk yang tiada lain adalah Changmin itu meraih kedua tangannya.

“Omo!” Changmin membulatkan mata dan mengerucutkan bibirnya jenaka “ige nuguyaa…??” tangan Changmin beralih dari tangan ke pipi Yoochun yang tembem.

Yoochun tentu saja merasa risih dan ingin menjauhkan tangan Changmin yang kini berada di wajahnya, apalagi Changmin memandanginya dengan wajah polos seperti itu “chogiyo…”

“kau… Lee Kwang Soo? Kwang Soo Running Man??” Changmin mempererat posisi tangannya.

Yoochun tidak mau kalah, sekuat tenaga ia melepaskan tangan Changmin dan mendorongnya dengan kasar “animnida!!!” geramnya “YA! Kalau mabuk jangan merepotkan orang dong, iiiiish!” Yoochun pun segera berlalu sebelum Changmin melakukan hal yang lebih aneh padanya.

“ani?” Changmin pura-pura bego “cheosonghaeyo… cheosonghamnida…” Changmin membungkukan badannya berkali-kali sampai Yoochun menghilang di balik tenda.

Aktingnya selesai.

Ia baru saja mengamati wajah orang bernama Park Yoochun itu dan kepalanya mulai menyusun rencana. Changmin akan mulai mengawasi si pembunuh bayaran itu secepat mungkin, sesuai permintaan Yunho.

***

Enam

Jaejoong berdiri dengan ketakutan setengah mati di pojok ruangan yang gelap. Meski ia ingin meminta tolong, namun tidak ada suara apapun yang keluar dari mulutnya. Ia hanya bisa berpegangan kepada dinding ruangan yang lembab. Matanya tak bisa lepas dari moncong senapan yang terangkat tepat di depan wajahnya yang mulus.

“kenapa kau melakukannya?” bisik suara serak itu, ia sangat mengenal sang pemilik suara: Kim Junsu, sahabat sekaligus mantan calon suaminya di masa lalu. Ia berdiri dengan satu tangan dimasukan ke dalam saku celana sementara tangan yang lainnya memegang pelatuk senapan.

Jaejoong tidak menjawabnya meski pertanyaan itu telah dilontarkan untuk yang kesekian kalinya. Suara desah ketakutan semakin terdengar jelas kali ini, ia ingin sekali menjerit memanggil nama Yunho, namun tidak bisa. Ketakutan telah meluruhkan kemampuan pita suaranya untuk bersuara.

“wae…!!” nada suara Junsu kian mengeras “JAWAB, KENAPA KAU MELAKUKANNYA HAH?!!!” moncong senapan kini menempel di jidat Jaejoong sampai membuat wanita itu kian terkejut dan akhirnya ambruk di lantai yang dingin.

“Chagiya… ireonabwa… hei… ayo bangun…” suara itu datang bersamaan dengan cahaya terang yang membawanya ke alam sadar.

Jaejoong baru saja bermimpi buruk, keringat dingin memenuhi wajahnya yang putih dan mulus itu. Saat matanya terbuka, ia langsung meraih tangan Yunho dan mengenggamnya erat.

Yunho mencoba untuk tetap tenang melihat keadaan Jaejoong yang demikian. Ia mengelus kepala Jaejoong lembut sambil membisikan “Gwaenchana…” berkali-kali. Ia juga mengambil tisu dan menyeka keringat di jidat Jaejoong sampai istrinya tenang.

“mimpi buruk?” Yunho menyibak poni Jaejoong agar wajah yeoja itu bisa terlihat jelas.

Perlahan Jaejoong membuka kembali matanya, melihat wajah Yunho yang tetap terlihat panik meski namja itu berusaha tetap tenang. Jaejoong menarik tangannya dari tangan Yunho dan beralih ke wajah sang suami. “Kau sangat terkejut ya? Mianhae…” ucap Jaejoong sambil mengelus pelan pipi Yunho.

“kau baik-baik saja sekarang?” Yunho meraih tangan Jaejoong di wajahnya dan mengenggamnya dengan kedua tangan.

Jaejoong mengangguk pelan.

Yunho yang duduk di pinggir ranjang kemudian bangkit berdiri, meninggalkan Jaejoong sendirian di kamar, tak lama kemudian ia kembali dengan secangkir cokelat panas di tangannya.

“meskipun tidak seenak buatanmu, minumlah” Yunho menyodorkan cangkir yang masih mengepulkan asap putih tersebut.

Jaejoong duduk di ranjang dan menerima minuman itu dengan diiringi senyuman penuh rasa terima kasih. Ia tak mengatakan apapun sampai larutan hangat itu berpindah seluruhnya ke perut.

“kau mau tidur lagi?” Yunho merapikan poni Jaejoong dengan jemarinya yang lentik.

“hmm…” Jaejoong berpikir sejenak sambil memasang tampang cute “aniya… aku ingin jalan-jalan ke luar rumah” pintanya.

Yunho melirik jam wekker yang berada di dipan kecil samping ranjang “subuh-subuh begini?”

“Eo…”

***

Tujuh

Hutan di sekitar rumah mereka memiliki jalan kecil yang diterangi oleh lampu-lampu kecil di setiap 100 meternya. Yunho dan Jaejoong berjalan bersama di jalan itu. Jaejoong memeluk lengan Yunho selama berjalan, sedangkan Yunho bersenandung kecil atas permintaan Jaejoong.

“eoh… lihat itu!” tiba-tiba Yunho berseru sambil menunjuk ke langit. Mata Jaejoong langsung mengikuti arah telunjuk Yunho dan mencari sesuatu.

“mwonde?” Jaejoong heran, ia tidak melihat apapun selain bintang-bintang yang bertaburan di langit gelap.

“Cassiopeia!” Yunho berusaha memberi tahu letak rasi bintang itu pada Jaejoong.

Mata Jaejoong kembali mencari, kali ini lebih cermat. Sebelumnya ia pernah melihat rasi bintang itu di Seoul, Yunho juga yang memberitahunya soal Cassiopeia. Rasi bintang yang terdiri dari lima titik terang itu adalah rasi bintang yang disukai Jung Yunho, dan sekarang, Jaejoong juga mulai ikut menyukainya.
“aku menemukannya!” seru Jaejoong antusias, ia tersenyum lebar kemudian melirik Yunho. Namja itu tidak bergeming sedikitpun saat menatap langit, terlebih saat melihat Cassiopeia. Pemandangan seperti itulah yang pertama kali mencuri perhatian Jaejoong, bahkan sampai sekarang. Dadanya berdesir seperti saat pertama kali menyukai Jung Yunho dua tahun silam.

“cantikkan?” tanya Yunho.

“tentu saja! Mereka kan rasi bintang-ku”

Yunho mengalihkan pandangannya ke Jaejoong “O-ho! Kau mulai seenaknya ya! Rasi bintang itu sejak awal milikku…”

“sekarang tidak lagi, mereka milikku! Nih… lihat” Jaejoong mengeluarkan bandul kalung yang ada di lehernya. Bandul itu berbentuk lempeng lingkaran kristal berwarna bening dengan rasi bintang Cassiopeia di dalamnya. Kalung itu pemberian Yunho saat mereka resmi berpacaran.

“ah… aku benar-benar tidak suka milikku dicuri orang” Yunho pura-pura marah dan melepaskan diri dari Jaejoong. Jaejoong sendiri tertawa puas, ia menikmati saat-saat menggoda Yunho seperti ini.

Yunho kabur dengan berjalan duluan, Jaejoong mengejarnya dengan langkah pendek “oppaaa… tunggu aku…” aegyonya. Yunho tersenyum senang, namun tetap berjalan di depan Jaejoong.

Diam-diam, pertanyaan kecil muncul di benak Jaejoong “sampai kapan aku bisa menikmati saat-saat seperti ini?”

tbc...
***
Gomawo sudah berkunjung lagi, Admin harap kalian tetap suka dengan ceritanya. O ya, FF di blog ini akan diposting seminggu sekali, tiap minggu akan ada dua episode yang diposting. Keep reading ya, jangan lupa tinggalkan komen, entah itu masukan atau kritikan Admin siap menerima. KOMENTAR pembaca adalah energi buat Admin.
Bye ^ ^
 
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar