Main Cast:
Kim Jae Joong, Jung Yunho, Shim Changmin, Kim Junsu, Park Yoochun
Cameo:
Im Si Wan
Im Si Wan
Genre: Romance
Satu
Jaejoong menyiapkan sarapan
dan baju Yunho, ia terlampau serius sampai-sampai tidak memperhatikan Yunho
yang berdiri menatapnya sejak tadi. Jika sedang sibuk sendiri seperti itu,
Jaejoong terlihat menggemaskan bagi Yunho, sesekali bibirnya berkerut, mataya
menyipit, atau ia menghembuskan nafas dengan cara yang aneh.
“kenapa melihatku seperti
itu? Wae? Karena aku cantik?” Yunho baru sadar bahwa ia melamun cukup lama.
Yeoja yang memakai celemek itu sudah ada di hadapannya dengan membawa nampan
berisi sarapan.
“geurae! Wae???” Yunho
menjawil hidung mancung Jaejoong.
“kau benar-benar penggoda
Jung Yunho!” Jaejoong meletakan piring-piring di depan Yunho “makanlah…”
Jaejoong lalu duduk di kursi tepat di seberang Yunho.
“kenapa hanya ada makanan
untukku? Kau?”
“pagi ini aku hanya ingin
melihatmu makan” Jaejoong lalu menopang dagu dengan kedua tangannya.
“kau sedang diet lagi?”
“anhi… ppalli mogo…”
Jaejoong membantu Yunho menyendok nasi “nih…” ia menyodorkan sendok yang penuh
berisi nasi “aaa…” ia meminta Yunho membuka mulutnya lebar-lebar.
Yunho agak aneh dengan
prilaku Jaejoong namun lantas mengabaikannya. “araseo, aaaa……………”
***
Dua
Yoochun menatap layar
komputernya tanpa ekspresi. Di hadapannya terpampang dokumen pembelian rahasia
yang dilakukan oleh Jung Yunho kepada makelar tanah yang nampaknya sudah ahli
dalam penjualan pulau. Pulau kecil yang bahkan tidak bernama itu dibeli oleh
Yunho lima tahun yang lalu, sebelum JYH entertaiment menjadi terkenal oleh
kehadiran Kim Jaejoong.
Si Wan yang juga
mengirimkan dokumen itu telah berhasil melacak lokasi pulau dengan akurat namun
Yoochun belum bisa melakukan apapun karena Junsu masih belum memberi perintah.
Tangan Yoochun menarik laci
paling bawah di meja kerjanya dan meraih sebuah foto yang dibingkai rapi.
Dipandanginya ketiga sosok remaja dalam foto itu, dirinya, Kim Junsu dan Kim
Jaejoong. Mereka bertiga memang pernah tinggal di panti asuhan yang sama selama
beberapa tahun. Ia menyayangi kedua sahabatnya itu yang telah membuatnya merasa
memiliki keluarga sungguhan.
“aku akan melindungimu Kim
Jaejoong… Kim Junsu…” bisiknya lirih.
Kkrrriiiingg!!!
Ponselnya berdering
nyaring, Yoochun segera menyimpan kembali foto tersebut dan menekan tombol
untuk menerima telepon.
“eo, Junsu-yah?”
“Yoochun-ah…” suaranya
terdengar sengau, jelas sekali bahwa Junsu sedang menangis “bantu aku… aku… aku
ingin bertemu dengannya, sekali… saja, sebelum aku mati… sebelum semuanya
terlambat… bantu aku…”
Yoochun terlihat putus asa
“kau mabuk?” ia lalu bangkit dan memakai jaketnya, bersiap untuk pergi.
“rasanya aku ingin mati
saja…”
“aisshh, kenapa seperti ini
lagi, mencium bau alcohol saja tidak bisa, iish. Tunggulah, aku segera ke
sana!”
Tuut… tuuut… tuuuuut
Baru saja Yoochun hendak
menarik handle pintu, namun ia mengurungkannya sejenak. Ia mencari kontak Im Si
Wan dan menelponnya saat itu juga.
“bersiaplah, sore ini kita
berangkat” pesannya singkat.
***
Tiga
Changmin berhasil membuat
rapat pemegang saham diundur sehari. Setelah memastikan hal itu ia kemudian
berangkat ke Indonesia dengan persiapan seadanya. Tidak ada yang tahu tujuan
sebenarnya dari keberangkatan
Changmin, sekalipun sang sekretaris, Kyuhyun.
Hyeong, aku
sudah sampai di Jakarta. Tujuh jam lagi aku sampai ke rumahmu.
Changmin mengirimkan pesan
sementara ia menunggu kapal feri yang akan mengantarnya ke pulau pribadi milik
Jung Yunho.
Kau sudah
mengatakannya pada Jaejoong?
Sebelum Yunho membalas
pesan pertamanya, Changmin mengirim pesan kedua.
Lama tak ada jawaban,
akhirnya ponsel Cangmin berdering, sebuah pesan dari Yunho akhirnya datang.
Aku masih belum
mengatakannya
Changmin mendesah tak
karuan, jika sudah seperti ini, Changmin seperti tidak mengenali lagi Jung
Yunho.
Hyeong aku
sudah mengundur waktu rapat pemegang saham, tapi bukan berarti kau bisa santai
seperti ini…
Jemari Changmin berhenti
mengetik, ia kemudian menekan tombol delete sampai semua pesannya terhapus. Ia
berubah pikiran, sepertinya ia harus bicara langsung dengan si hyeong. Sesaat
kemudian ia menekan tombol call…
***
Empat
Acara makan pagi yang aneh
telah berakhir. Selama itu Jaejoong hanya sibuk mengamati wajah Yunho yang
tengah makan. Meski tidak terlihat jelas, namun Jaejoong tahu suaminya itu
sedang kehilangan selera makan.
“Oo? Sudah jam sembilan.
Kau harus mandi yeobo!!!” Jaejoong kembali sibuk mempersiapkan ini dan itu
sampai mengantar Yunho ke pintu kamar mandi.
“ya Kim Jaejoong! Kau ini
sedang apa sebenarnya…???” Yunho heran setengah
mati.
“apa? Tentu saja sedang
mengurus suamiku” Jaejoong mengatakannya dengan aegyo. Yunho pun terpaksa
mengikuti semua yang diperintahkan Jaejoong.
Sikap ceria Jaejoong seperti
itulah yang membuatnya semakin segan untuk mengatakan rencananya hari ini…
Saat sedang mandi itulah
ponsel Yunho bergertar. Jaejoong melihat nama si pemanggil dan langsung tahu
bahwa kini, waktu perpisahan mereka semakin dekat.
Tanpa ragu, ia menyentuh
layar untuk menerima telpon.
“heyong… kau tidak bisa
seperti ini. Aku memang sudah berhasil mengundur waktu rapat pemegang saham,
tapi bukan berarti kau bisa berleha-leha. Kalau kau berangkat sekarang, kau
masih punya waktu untuk menyiapkan materi rapat!”
“…”
“heyeong? Yoboseyo??
Hyeoong??”
“jangan khawatir
Changmin-ssi, aku akan membantumu untuk menyuruh Yunho pergi”
Changmin terdiam,
dipandanginya layar ponsel yang masih terhubung itu. Ini adalah masalah besar,
bagaimana bisa hyeongnya itu menaruh ponsel sembarangan! Aahh… ia lupa bahwa
Yunho memang memiliki kebiasaan seperti itu.
“Jaejoong ssi…” Changmin
tidak tahu apa yang harus ia katakan.
“aku mendengar percakapan
kalian semalam, aku juga bisa mengerti posisimu.
Lebih dari itu… aku juga tahu
bahwa JYH Entertaiment sangat berharga bagi Yunho…”
“maaf karena membuatmu
harus berpisah untuk sementara dengan hyeong seperti ini…”
“Yunho sedang mandi, aku
akan menyiapkan beberapa barang untuknya dulu. Pokoknya, kau tidak usah
khawatir, aku akan mengurusnya”
“baik, kalau begitu, aku
mohon bantuanmu…”
Jaejoong menutup sambungan
telpon terlebih dahulu dan bergegas menuju kamar. Air matanya tiba-tiba saja
tumpah saat ia mulai membereskan beberapa pakaian Yunho ke dalam koper. Ia tahu
perpisahan ini mungkin hanya akan memakan waktu beberapa hari saja, namun
membayangkannya membuat ia merasa begitu sedih. Ada hal janggal yang ia
rasakan, mungkin itulah yang namanya firasat.
“koper apa itu?” ujar Yunho
yang baru selesai mandi.
Jaejoong menoleh, air
matanya sudah tidak terlihat lagi “koper milikmu tentu saja! Aku sudah tahu
bahwa kau harus pergi hari ini…”
Yunho terpaku di tempatnya
berdiri, ia menggigit bibir bawahnya, bingung dengan situasi mendadak seperti
ini. “Jaejoong ah…” ia lalu menghampiri Jaejoong dan mengenggam kedua tangan
yeoja itu.
“aku mengerti, kau harus
pergi, jadi tolong jangan jadikan aku sebagai alasan…”
“bagaimana kau tahu…?”
“kemarin malam, aku tidak
sengaja mendengar percakapanmu di telpon”
“kalau kau memintaku untuk
tidak pergi, aku tidak akan pergi” ujar Yunho dengan nada serius.
Jaejoong tersenyum lembut
“pergilah… pergi dan cepat kembali, hm?”
Yunho merasa lega
mendengarnya, ia kemudian menarik Jaejoong ke dalam pelukannya. Ada rasa haru
yang menggenang di pelupuk mata Yunho yang beberapa saat kemudian jatuh dalam
bentuk tetesan air mata.
“gomawo Jaejoongie…”
***
Lima
Namja penggila bola itu
nampaknya tidak tidur semalaman karena ada sesuatu yang menganggu pikirannya.
Yoochun pastikan itu masalah Jaejoong, dulu, pada bulan-pulan pertama kepergian
Jaejoong, Junsu sering mengalami hal ini. Junsu yang tidak bisa minum alkohol
itu akan nekat meminum beberapa botol soju atau bir kaleng untuk mengenyahkan
Jaejoong dari kepalanya.
Yoochun juga melihat ponsel
yang tergeletak di samping Junsu sedang memanggil nomor Jaejoong yang lama.
Begitu mengecek panggilan keluar, rupanya telah puluhan kali Jaejoong melakukan
panggilan ke nomor yang sudah tidak aktif bertahun-tahun itu.
Setelah memindahkan Junsu
ke tempat tidur, ia pun membereskan sampah-sampah bekas minum di ruang televisi.
Lalu karena tidak ada pekerjaan lain ia pun menonton televisi sambil menjaga
Junsu yang saat ini tengah tertidur pulas.
Lima jam telah berlalu,
Yoochun yang kebosanan akhirnya tertidur di sofa ruang televisi. Sehelai
selimut menutupi badannya yang terlihat menggigil samar, menahan udara musim
dingin yang menyelinap masuk melalui jendela.
Perlahan Yoochun membuka
matanya, “kau sudah bangun?” ia bangkit sambil mengucek-ngucek matanya. Di
hadapannya Junsu tengah duduk, ia baru saja meneguk obat pereda mabuk.
“mian…”
“hanya itu?” Yoochun
pura-pura tidak menerima penyesalan Junsu “mwoya? Kau menyelimutiku segala?” Yoochun
baru sadar bahwa ada selimut di badannya.
“itu karena aku membukakan
jendela” Junsu menunjuk jendela yang terbuka dengan dagunya.
“kau sudah sadar, heh?”
“kepalaku masih sedikit
pusing” Junsu menggerak-gerakan kepalanya.
“aahh… baegoppa” Yoochun
mengusap-usap perutnya sambil memasang tampang memelas.
Junsu nyengir, ia mengerti
maksud namja berjidat lebar itu “araseo… aku traktir!”
“gomabseumnida Junsu-nim!”
Yoochun bangkit dan membungkuk hormat dengan bercanda. Namun dalam hatinya
tetap saja banyak kekhawatiran yang harus ia sembunyikan.
Berjalan kaki sekitar
sepuluh menit, akhirnya mereka tiba di rumah makan yang terkenal dengan daging
sapinya yang super lezat. Yoochun memesan porsi yang lebih banyak dari
biasanya, sedangkan Junsu hanya mengikuti pesanan Yoochun, sebenarnya ia masih
belum berselera untuk makan.
“aku sudah memesan tiket
penerbangan ke Indonesia” Yoochun mengatakannya sambil menatap lurus kea rah
Junsu.
“hari ini?” air wajahnya
jelas menunjukkan keterkejutan.
“sore ini” Yoochun meralat
ucapan Junsu.
Junsu memalingkan pandangan
dari sahabatnya itu, ia nampak sedang berpikir,
“aku belum siap…” ucapnya
pelan.
“Pergi saja bersamaku sore
ini, aku sudah punya rencana” Yoochun berusaha meyakinkan Junsu.
***
Enam
Aku sudah dalam
perjalanan Changmin, mungkin kita akan bertemu di pelabuhan pulau beberapa jam
lagi, tunggu aku.
Changmin ternganga melihat
pesan yang baru saja dikirimkan oleh Yunho. Dua jam yang lalu, hyeongnya itu
masih mengatakan bahwa ia belum siap untuk berangkat. Sepertinya Jaejoong
benar-benar telah mencuri hati namja itu sepenuhnya.
Changmin kembali
menyandarkan punggungnya ke kursi dan mencoba menikmati hamparan biru laut yang
masih perawan. Pikirannya melayang pada sosok Jaejoong yang dikenalnya beberapa
tahun yang lalu. Mereka memang tidak dekat, Changmin hanya beberapa kali
bertemu dengannya pada acara pesta perusahaan namun ia banyak mendengar berita
tentang Jaejoong dari para staffnya.
Jaejoong bukan yeoja yang
mudah ditebak. Ia terlihat sangat elegan dan penuh percaya diri saat dihadapan
semua orang, namun Changmin pernah sekali memergokinya terguncang hebat, sampai
saat ini, ia tidak tahu penyebab pasti dari kejadian yang hanya diketahui oleh
mereka berdua itu.
Flashback
“apakah Yunho
hyeong…” Changmin meralat ucapannya “anhi, presdir datang hari ini?” tanya
Changmin pada salahsatu staf wanita.
“hm… seharusnya
ia berada di kursi penonton sekarang” jawabnya singkat, si staff nampak sibuk
dan tidak ingin diganggu.
“aku sudah
mencarinya di sana, tapi tidak ada”
Staff wanita
itu tertahan lagi untuk pergi “kalau begitu cari saja di belakang panggung…”
setelah mengatakan itu dengan nada agak kesal, ia pun menundukan kepala dan
bergegas pergi meninggalkan Changmin yang kebingungan.
Saat itu ia
memang belum menjadi wakil direktur, belum banyak orang yang mengenal dirinya.
Changmin
akhirnya memutuskan untuk ke belakang panggung dan mencari Yunho seperti yang
disarankan si staf wanita. Namun ia malah nyasar ke ruang wardrobe tempat
kostum-kostum para penyanyi disimpan, ruang itu sangat besar dan agak gelap. Di
sanalah ia bertemu Jaejoong.
Sayup-sayup
Changmin mendengar suara rintihan dari balik baju-baju yang tergantung rapi
itu. Tanpa rasa takut –karena Changmin adalah orang yang sangat rasional- ia
pun mendekati sumber suara itu. Seorang wanita dengan gaun hitam dengan payet
gemerlapan tengah terduduk di lantai, ia menutup mulutnya erat-erat agar suara
tangisnya tidak terdengar siapapun.
Changmin
jongkok di dekat Jaejoong dengan perasaan canggung “gwaenchanayo?” tanyanya.
Jaejoong tidak
menoleh, sepertinya ia tidak ingin wajahnya di lihat oleh siapapun.
“maaf aku sudah
melihatmu Jaejoong ssi…”
Jaejoong
kemudian berhenti menyembunyikan wajahnya dan hendak beranjak pergi meski
tangisnya belum usai sama sekali.
“anhi…”
Changmin menahan Jaejoong “aku saja yang pergi, kau boleh berada di sini sampai
kau berhenti menangis” Changmin mendahului Jaejoong berdiri dan keluar ruangan.
Namun Changmin
tidak pergi, ia berjaga di depan ruang wardrobe agar tidak ada seorang pun yang
masuk ke sana. Selama berjaga di depan ruangan, ia mendengar tangisan Jaejoong
yang menyayat dari dalam ruangan sana.
“apa yang
sedang kau lakukan di sini?” tanya Jaejoong begitu keluar ruangan, dari caranya
memandang, Jaejoong jelas-jelas sedang berwaspada.
“aa…” Changmin
tergagap “aku hanya…, aku hanya bermaksud untuk tidak membiarkan siapapun untuk
masuk ke ruangan ini karena kau sedang…”
Changmin tidak meneruskan
kata-katanya.
“kau… staf di
sini?” tanya Jaejoong menyelidik.
“ng? ah… ye…”
Changmin mengangguk walau ragu.
“masalah tadi,
bisakah kau merahasiakannya dari semua orang?” pinta Jaejoong, suaranya sedikit
melunak, lebih kepada memohon.
“jangan
khawatir, aku jamin tidak ada yang tahu masalah tadi”
“terima kasih,
kalau begitu aku pergi duluan…”
Flashback end
Changmin bangkit lagi dari
sandaran kursinya, rasa penasaran yang sudah lama ia simpan tiba-tiba menyeruak
kembali. “sebenarnya, apa yang terjadi hari itu?” gumamnya pada diri sendiri.
***
Tujuh
Jaejoong menatap ruangan kamarnya
dengan hampa. Baru beberapa menit berlalu sejak kepergian suaminya. Yunho
menyuruhnya untuk tetap di dalam rumah sebelum Changmin datang. Ia mengenal
sosok Changmin meski tidak terlalu baik, namun sepertinya orang itu adalah
orang kepercayaan Yunho jadi tidak ada alasan baginya untuk tidak percaya.
“apa yang harus kulakukan
sekarang?” Jaejoong mondar mandir di dalam ruangan kamar lalu berhenti di rak
kecil tempat buku resep-resepnya disimpan. Ia mengambil satu buku lalu
membolak-balik halamannya secara acak
“haruskah aku memasak lagi?”
Ting… toooong…
Sebuah bel panjang berbunyi, Jaejoong bergegas menghampiri interkom dan melihat seseorang di sana. Persis seperti yang ia bayangkan, laki-laki muda yang tengah membelakangi pintu itu, pasti Changmin.
“tapi… kenapa cepat sekali?” gumamnya heran sambil tetap menghampiri pintu untuk mempersilakan tamunya masuk. Tamu pertama yang ia terima setelah menjadi nyonya Jung.
“Changmin-ssi?”
Sosok itu membalikan badan dengan gerakan yang amat perlahan, terlihat ragu-ragu namun akhirnya kedua orang itu saling berhadapan, menatap satu sama lain dengan tatapan yang jelas berbeda.
Jaejoong terkejut setengah mati sedangkan sosok di hadapannya menatap dengan penuh kerinduan.
“maaf tapi, yang datang adalah aku, Kim Junsu” ucapnya pelan.
Jaejoong mundur selangkah demi melihat sosok itu kembali menemuinya. “apa yang kau lakukan di sini?” suara Jaejoong mulai bergetar menahan tangis.
“menemuimu tentu saja!”
“pergilah, aku tidak ingin…”
Grep!
Tangan lain menahan daun pintu yang nyaris saja ditutup Jaejoong dari dalam. Sosok itu tiada lain adalah Yoochun, Jaejoong menatapnya tidak percaya “kau…” ucap Jaejoong tertahan “bagaimana bisa kau juga terlibat seperti ini?” lanjutnya, ada nada marah yang bergolak di setiap kata yang ia ucapkan.
“yaegi haja, uri…” Yoochun menerobos masuk ke dalam rumah dengan dinginnya.
Jaejoong tidak punya pilihan lain, ia ikut masuk dan menyetujui permintaan Yoochun untuk bicara meski rasanya ia hampir mati ketakutan.
Sementara itu, Junsu mengikuti kedua temannya dari belakang. Melihat Jaejoong kembali seperti ini cukup membuatnya gembira walau ia tidak bisa memperlihatkan kegembiraannya itu di depan orang yang ketakutan terhadapnya itu.
“apa yang ingin kalian bicarakan?”
“hyaaa… jadi selama ini kau tinggal di rumah ini?” Yoochun memandangi sekitarnya dengan takjub
“aku tidak pernah membayangkan ada rumah sebagus ini dalam hutan” komentarnya pendek.
Jaejoong tidak menanggapi Yoochun, matanya langsung mengarah ke Junsu yang juga sudah duduk di hadapannya “apa yang ingin kau bicarakan?” tanyanya langsung.
“kau tidak memberi kami teh dulu?” Yoochun kembali berbicara, Junsu langusng memberi isyarat kepada Yoochun agar tidak bermain-main lagi.
“ada yang ingin kutanyakan” kata Junsu.
“tanyakanlah…” sahut Jaejoong sambil menyembunyikan kedua tangannya yang bergetar.
“kenapa kau pergi?”
“lalu aku harus tinggal dengan orang yang tidak memperlakukanku sebagai manusia?”
“tidak Jaejoong ah… aku tidak begitu”
“kau memperlakukanku seperti itu Kim Junsu, jangan mencoba menghapus ingatanmu sendiri!”
“aku sangat mencintaimu, kau tahu itu kan…”
“itu urusanmu, yang jelas aku tidak merasakan lagi perasaan seperti itu padamu”
“kau ingat mimpi-mimpi kita kan Jae?”
Jaejoong tertawa sinis “kenapa kau mengungkit itu? Tentu saja aku ingat, aku sudah menggapai mimpiku sendiri, mimpi-mimpi kita berdua telah kau hancurkan, bukan?”
“kau yang menghancurkannya!” tiba-tiba Junsu membentak, Jaejoong semakin merasa tertekan namun ia berusaha untuk tetap terlihat tenang. “kalau kau tidak pergi malam itu, kita berdua pasti sudah menjadi duo penyanyi yang bisa menaklukan semua panggung di dunia”
“cukup, aku tidak mau
dengar lagi!”
Untuk beberapa saat hanya keheningan yang menyelimuti ruangan itu “maafkan aku…” ucap Junsu lirih “dan… kembalilah…” lanjutnya.
“berhentilah menemuiku jadi aku lebih mudah memaafkanmu. Tapi sampai kapanpun aku tidak akan kembali padamu Kim Junsu. Lagipula, aku telah menikah dengan orang lain… aku tidak mungkin kembali padamu”
Demi mendengar kalimat terakhir Jaejoong, Yoochun dan Junsu terbelalak kaget “jeongmaliya?” seru Yoochun.
Jaejoong hanya mengangguk pelan dan merasa tidak perlu menjelaskan lebih lanjut.
Tangan Junsu mengepal
dengan geram, amarahnya kembali mendidih. Rahangnya mengeras dan ingin rasanya
ia meninju sesuatu, atau jika ada seseorang bernama Jung Yunho.
Yoochun melirik kea rah Junsu dan melihat bahwa Junsu sepertinya mulai kambuh lagi. Ia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi, Yoochun pun memutuskan untuk memulai rencananya.
“lalu, mana nampyeonmu?
Jung… Yunho?”
Jaejoong diam sesaat “ah… jika kalian sampai tahu rumah ini, kalian juga pasti telah menyelidiki banyak hal tentang kehidupanku selama ini kan?”
“Kau tahu Jaejoong-ah? Ayahnya Jung Yunho yang merintis JYH Entertaiment itu, dulunya seorang ketua Gangster dari Sabuk. Dia sangat terkenal di antara pemain judi, bahkan ia terkenal sampai ke Las Vegas” Yoochun membuat jeda sesaat, membiarkan Jaejoong menebak arah pembicaraannya “menurutmu, perusahaan sebesar JYH bisa beroperasi dengan uang dari mana? Jika aku mencari tahu lebih dalam lagi… aku yakin JYH ada hubungannya dengan kegiatan premanisme”
“apa maksudmu Park Yoochun?” tanya Jaejoong sinis.
“anhi… aku hanya mengingatkanmu untuk segera keluar dari perusahaan itu, karena jika tidak kau akan ikut hancur bersama Jung Yunho”
“jika kau berani menyentuh Yunho dan JYH…” Jaejoong mulai geram, nada suaranya juga ikut bergetar.
“ah… tapi… aku mengadakan penawaran” potong Yoochun cepat “jika kau mau meninggalkan Jung Yunho dan kembali ke Amerika, aku tidak akan menyentuh JYH Ent, bagaimana?”
“sekarang kau mengancamku huh?”
Yoochun mengangguk-angguk pelan “hm… ya, kita sebut saja seperti itu”
“kau tidak berpikir aku akan meninggalkan Yunho hanya gara-gara itu kan?” Jaejoong menatap Yoochun dingin.
“itu terserah padamu, jika kau tetap keras kepala seperti ini, kau akan melihat kehancuran Jung Yunho dari dekat”
“ancamanmu itu hanya omong kosong!!! Aku tahu itu”
“kau tahu aku tidak pernah beromong kosong…” Yoochun melemparkan tatapan tak kalah dingin pada Kim Jaejoong.
Jaejoong terhenyak, ia mengakui ucapan Yoochun. Selama mereka berteman, Yoochun yang ia kenal selalu memegang ucapannya bagaimanapun buruknya ucapan itu terdengar “kau… kenapa kau seperti ini padaku?” akhirnya pertanyaan itu meluncur dari mulut Jaejoong.
“karena kau yang memulainya, kau melarikan diri tanpa memberikan penjelasan apapun pada kami…” tanpa disadari ada nada sedih dalam suara Yoochun.
“Yoochun-ah, kajja…” tiba-tiba Junsu bersuara, sudah sedari tadi ia tidak menatap wajah Jaejoong. Hatinya terbakar demi menyaksikan betapa enggannya Jaejoong pergi dari sisi Yunho.
Yoochun mengeluarkan tab dari tas cangklongnya. Ia kemudian meletakan tab itu di hadapan Jaejoong “semua ucapanku tadi akan benar-benar kau pahami setelah melihat data-data ini. Bacalah! setidaknya kau akan membiarkan orang yang kau cintai merasakan sedikit kebahagiaan jika kau kembali ke Amerika”
Jaejoong tidak menanggapi, ia tetap duduk di kursinya saat kedua orang itu beranjak pergi menuju pintu.
“aku memberimu waktu dua puluh empat jam” ucap Junsu sebelum benar-benar melewati pintu.
“Junsu-yah…” bisik Yoochun mengingatkan, sebenarnya rencana mereka semula tidak seperti itu.
“ini kesempatan terakhirmu, jika kau memutuskan untuk pergi, pastikan kau datang ke lapangan dekat pelabuhan. Kami akan menunggumu di sana” lanjut Junsu tanpa mengindahkan seruan Yoochun.
***
Yoochun POV
Aku mohon Kim Jaejoong… tinggallah di sisi Junsu sampai ia sembuh
=====
sebenernya Admin ga tega bikin karakter Yoochun jadi antagonis begitu, tapi pengen coba aja, seberapa jelek kalo dia jahat begitu.
Thanks for reading, reader yang baik meninggalkan komen!