Main Cast:
Kim Jaejoong (as girl), Jung Yunho, Shim Changmin, Kim Junsu, Park Yoochun
Other Cast:
Cho Kyuhyun
Cameo:
Han Ji Min, Go Ara
Genre: Romance
Satu
Di pesawat
Jaejoong duduk di kursi kelas I, ia sengaja tidak ingin
bersama Junsu di ruang VIP sebagai aksi protes atas sikap namja itu. Ia menukar
tempat duduk dengan Han Ji Min yang dengan senang hati menerima tawaran itu,
sebagai gantinya ia duduk bersebelahan dengan Go Ara.
“kau senang kembali ke korea?” tanya Ara membuka
obrolan.
“biasa saja. Belum dua minggu aku meninggalkan Korea”
sahut Jaejoong.
Ara mengingat-ingat “benar juga! Ah… aku lupa” ia
menepuk jidatnya pelan
“tapi aku sudah dua tahun tidak pulang”
“benarkah?” Jaejoong memutuskan untuk menanggapi
obrolan teman barunya itu.
Ara mengangguk, matanya menatap keluar jendela pesawat
yang beberapa menit lalu baru saja lepas landas “Aku tidak ingin pulang sebelum
sukses” ucapnya dengan nada serius.
“keluargamu pasti merindukanmu”
“yah… mungkin” Ara tersenyum “tapi ada seseorang yang
lebih kurindukan daripada keluargaku” senyumnya berubah menjadi lebih
sumringah.
“namja?”
Gadis itu mengangguk, lalu keduanya tertawa bersama.
Tak lama kemudian Ara sudah berpamitan untuk tidur. Ia
bilang setelah tiba di Korea mungkin ia akan jarang mendapat kesempatan untuk
tidur nyaman.
Sementara Jaejoong memutuskan untuk mendengarkan MP3 selama
perjalanan, sebenarnya ia tengah memikirkan cara menghadapi Yunho kali ini.
Haruskah ia mengatakan alasan kepergiannya?
Dan membuat JYH hancur?
Jaejoong menggeleng. Pilihan yang ada di hadapannya
kini benar-benar pahit. Jaejoong tiba-tiba ingin sekali menangis, namun ia
tidak bisa melakukannya di sini.
Yoochun hendak pergi ke toilet saat ia melihat Jaejoong
pergi dari tempat duduknya. Arah yang mereka tuju sepertinya sama, ia kemudian
mempercepat langkah agar memiliki kesempatan untuk bicara sebentar dengan yeoja
itu.
“Jaejoong-ah” panggil Yoochun tepat ketika Jaejoong
tiba di depan pintu toilet.
Ia menoleh dengan malas “wae?”
“kita bicara sebentar”
“hae!” dagunya bergerak naik sebagai isyarat agar
Yoochun membicarakannya di sini, sekarang juga.
“aku sudah tahu… apa yang terjadi waktu itu”
Jaejoong diam, menunggu kalimat Yoochun selanjutnya.
“aku bersalah… maafkan aku”
“setelah aku memaafkanmu?” tantang Jaejoong, merasa
seolah memaafkan sama sekali tidak bisa menolongnya saat ini.
“aku akan memperlakukanmu lebih baik”
“tidak perlu, aku lebih suka kalian memperlakukanku
seperti ini”
“dengar, aku dan Junsu tidak sama. Junsu sakit dan aku
hanya ingin membantu dia untuk sembuh!”
“kalau begitu lakukan saja apa yang menurutmu perlu kau
lakukan. Tidak usah mempedulikanku” Jaejoong hendak berlalu namun Yoochun
menahan tangannya.
“kenapa kau keras kepala seperti ini?” Yoochun merasa
kesal karena tidak ada satupun niat baiknya yang dipahami Jaejoong “dengan kata
lain, aku menawarkanmu bantuan asal kau bekerja sama denganku” tegasnya sambil
tetap mencengkram tangan Jaejoong.
Jaejoong mengernyit, ia belum paham benar apa yang dimaksud
Yoochun.
“sembuhkan Junsu, lalu kau boleh kembali ke kehidupanmu
bersama Jung Yunho.
Kim Jaejoong terbelalak mendengar tawaran itu “apa
yang sebenarnya kau pikirkan, Park Yoochun?”
***
Dua
Malam ini ada pertemuan menyambut para staff sekaligus
artis dari XIATIC yang akan bekerjasama dengan JYH selama dua minggu dalam
membuat sekaligus mempromosikan album perdana duet Kim Junsu dan Kim Jaejoong.
Kim Jaejoong sudah menjadi pembicaraan hangat seharian
ini karena baru saja diberitahuan ikut dalam rombongan perusahaan XIATIC House.
Mereka jadi tidak habis pikir dengan apa yang dipikirkan penyanyi itu dengan
‘menendang’ JYH lalu masuk kembali dengan ‘pintu’ lain. Banyak komentar miring
tentangnya, mereka menganggap yeoja itu sedang mencari popularitas yang lebih
tinggi dengan cara itu.
Tidak heran jika banyak staff yang berkumpul saat
rombongan itu tiba di perusahaan untuk membuktikan dengan mata kepala mereka
sendiri bahwa rumor ‘kembalinya Jaejoong’ benar adanya.
“Selamat datang, presdir Kim” sapa Changmin sambil
menyalami Junsu, meski bersikap biasa saja, kemarahan yang berkilat di matanya
tidak bisa disembunyikan.
Junsu menyambut uluran tangan itu dan mengucapkan
salam. Rombongan itu pun segera memasuki kantor JYH menuju ruang pertemuan.
Jaejoong sendiri memilih keluar paling akhir, ia didampingi oleh Ara yang
nampak antusias sekali saat diajak oleh presdir Kim untuk ikut datang ke JYH.
“yaaah… Kyu Hyun-ah” bisik Ara ketika mereka berjalan
menuju ruang pertemuan “Kyuniee…” bisiknya lebih keras.
Namja yang sejak tadi mengekor wakil presdir itu lalu
menoleh dan kontan saja kaget melihat siapa yang berada di barisan akhir
rombongan itu “Ara?” serunya mengenali sang teman lama.
Ara senang karena ia masih diingat, ia sampai tidak
memperhatikan ekspresi Jaejoong yang berjalan di sebelahnya. Yeoja itu pucat
pasi sekaligus terlihat kebingungan. Sejak turun dari mobil dan disambut
beberapa staf kenalannya ia tidak banyak mengagkat kepala, matanya tidak lepas
menatap lantai dengan perasaan tidak menentu.
“aku ke toilet dulu” ujar Jaejoong sambil memegang
lengan Ara. Ia kemudian berlalu di pertigaan koridor.
Jaejoong membasuh wajahnya berulang-ulang. Namun itu
sama sekali tidak meredakan kepanikannya. Jantungnya terus perpacu seperti
kesetanan, ia belum siap bertemu Yunho. Tetesan air dari wajahnya dibiarkan
terjun bebas, beberapa membuat kerah bajunya menjadi basah. Ia tidak peduli,
bahkan saat makeup nya luntur sekalipun.
Krieeet…
Terdengar seseorang memasuki toilet. Jaejoong buru-buru
mengelap wajahnya dengan tissue dan bersiap pergi. Ia tidak mau berpapasan
dengan staff di sini yang menggunjingnya. Namun saat ia mengangkat wajah, ia
melihat Changmin lewat bayangan di cermin. Kontan saja ia berbalik dengan wajah
terkejut.
“apa yang kau lakukan di sini?”
“menemuimu” ujar Changmin, ia memang mengawasi Jaejoong
diam-diam sejak tadi. Sampai akhirnya kesempatan untuk bicara berdua muncul.
“ada apa?” Jaejoong memalingkan tatapan wajahnya.
Changmin tertawa getir “ada apa?” ulangnya menyindir
“apa yang sebenarnya terjadi, kenapa kau menghilang begitu saja dari rumah
itu?” meski kesal setengah mati, Changmin berusaha menahannya.
“kau pasti sudah dengar ceritanya dari hyeong-mu”
Jaejoong mulai tidak nyaman dengan keadaan ini dan ia berusaha untuk
menghindari Changmin secepat mungkin. “sudahlah, aku tidak ingin bicara
denganmu. Orang lain sudah menunggu“
“ah! Kau mungkin harus tahu ini nona Kim!” Changmin
bersiap mengatakan kabar buruk itu “hari ini kau tidak akan bertemu dengan
Yunho-hyeong karena ia sedang dirawat di rumah sakit”
Jaejoong terkejut dan langsung menatap Changmin dengan
mata membulat “a… apa?” ekspresi cemas itu tidak bisa disembunyikan lagi “apa
yang terjadi?”
Changmin diam sebentar, mengamati Jaejoong dengan
cermat “kau masih peduli pada hyeong, rupanya!” simpulnya sambil memasang
ekspresi yang sulit diartikan “lantas kenapa-“
“apa yang terjadi padanya, hah?” ulang Jaejoong
memotong kalimat Changmin, kali ini tangannya ikut menarik kemeja Changmin.
“dia mencoba bunuh diri dengan memotong pergelangan
tangannya!” jelas Changmin dalam satu nafas.
Mendengar itu Jaejoong merasa dunianya runtuh seketika.
Kedua lututnya mendadak terasa lemas dan akhirnya ia ambruk tanpa pertahanan.
Namun ia tidak menangis, tangan kanannya mengepal dan memukul-mukul dadanya
yang terasa sakit. Dalam keadaan seperti ini ia seharusnya menangis, namun
sampai kedua kakinya dapat berdiri dengan baik seperti semula, tidak ada air
mata yang mengalir dari kedua mata bening itu.
***
Tiga
Gadis itu hanya bisa mengintip Yunho yang tak sadarkan
diri lewat kaca di pintu. Ini belum waktunya jam besuk jadi dokter tidak
mengizinkannya masuk. Ada butiran bening di matanya yang menggambarkan
kepedihan saat melihat orang yang pernah dicintainya itu sakit seperti ini.
“sudahlah… dia sudah membaik sejak tadi pagi” Kyuhyun
mengusap-usap pundak si gadis.
“dia bukan orang seperti itu…” tangisnya mulai turun.
“aku tahu” sahut Kyuhyun.
“dia orang yang bersemangat dan rasional”
“aku juga tahu itu”
“Hyun-ah… apa yang sebenarnya terjadi?” Ara menatap
teman lamanya, Kyuhyun.
Yang ditanya menggaruk ujung alis dengan telunjuknya
“ini terlalu rumit untuk diceritakan. Aku juga tidak enak menceritakannya
padamu tanpa seizin presdir”
Ara kembali menatap Yunho dari balik kaca “kau harus
bangun, hm? Aku hanya dua minggu berada di sini, aku sangat merindukanmu… hiks…
hikss…” air mata itu turun semakin deras. Kyuhyun memutuskan untuk membawa Ara
pergi dari sana.
“sudah menangisnya, kau jadi jelek” komentar Kyuhyun
sambil menyodorkan lembar tissue yang entah sudah ke berapa.
Ara mengusap seluruh wajahnya, berusaha mengikuti
kata-kata Kyuhyun “jadi, sudah berapa lama kau bekerja dengan Yunho oppa?”
“enam… atau tujuh tahun?” Kyuhyun mengingat-ingat.
“jadi kau tahu kami pernah dekat?”
Kyuhyun memicingkan mata “dekat? Hahahaha” tiba-tiba
saja ia tertawa renyah “kau mengejar-ngejar presdir Jung, bukan? Dekat apanya…
kau selalu mengekor di belakang dia”
“eiiisssh” Ara pura-pura hendak melemparkan kopi panas
di hadapannya. Senyumnya yang tadi terbalut rasa cemas kini perlahan menghilang.
***
Sementara itu Changmin masih menatap tak percaya pada
wanita di hadapannya yang masih bisa bekerja dengan serius setelah berita yang
ia sampaikan tadi. “dia benar-benar berhati batu” komentarnya dalam hati.
“Junsu-yah, bagaimana kalau setelah ini kita berlatih?”
tawar Jaejoong.
“kita baru saja tiba di Korea dan sudah mengadakan
rapat sampai selarut ini, apa kau tidak lelah?”
“tidak! Aku malah tidak sabar ingin segera rekaman. Ayolah…
hm?” bujuk Jaejoong sambil memasang wajah memelas.
Tunggu! Memelas?
Junsu sendiri terkesima dengan raut wajah itu, setelah
sekian lama membeku akhirnya mulai terlihat cair “kau…” senyumnya “araseo. Kita
akan lembur malam ini!”
Jaejoong tersenyum lebar “gomawo…”
Yoochun yang melihat itu dari kejauhan merasa ada yang
janggal. Ia terpaku beberapa lama di tempatnya, mencoba menganalisis keadaan.
Sampai akhirnya ia sadar dari lamunan saat seseorang menarik lengannya.
“kita bicara sebentar” itu Jaejoong, ia melirik ke
sekitarnya, memastikan tidak ada yang melihat mereka berdua “ikut aku” serunya
memimpin.
Mereka berdua akhirnya tiba di sebuah taman terbuka
yang sudah sepi.
Jaejoong duduk dengan cemas di salahsatu bangku yang ada di
sana, lalu menatap Yoochun.
“aku terima tawaran itu!”
Yoochun terkesima “apa yang-“
“anhi” potong Jaejoong, ia lalu berlutut di depan
Yoochun, menundukan kepalanya “bantu aku… bantu aku Yoochun-ah”
“Jae… Jaejoong-ah…” Yoochun merasa risih dan segera
membantu yeoja itu bangun “kau tidak perlu seperti ini”
“aku harus pergi, Jung Yunho membutuhkanku. Aku tidak
ingin dia mati…” suaranya tersendat, jelas sekali ia ingin menangis namun
ditahannya sekuat mungkin.
“sudah kubilang kau juga butuh bantuanmu. Baiklah,
bangun dan kita bicara di tempat lain. Kau harus minum sesuatu!”
***
Empat
“aku hanya ingin bertanya” suara Jaejoong
terdengar jernih sekali
“apa?” ia menjawab dengan santai
“kau percaya takdir?”
Yunho diam sejenak, “tentu saja!”
“baguslah”
“apa maksudmu?”
“kau akan tahu…”
Perlahan ia membuka matanya, sepasang sosok berpakaian
putih berdiri di hadapannya. Ia yakin mereka bukan malaikat, hanya seorang
dokter dan perawat. Salahsatu dari mereka memanggil-manggil nama Yunho.
“kau bisa mendengarku?”
“kedipkan matamu jika kau bisa mendengar suaraku…”
pintanya.
Yunho menurut, ia gerakan kedua matanya sesuai
permintaan. Hal pertama yang ia rasakan saat kembali dari kematian adalah rasa
syukur. Ia baru menyadari bahwa saat itu ia sedang terpuruk dan mengambil
keputusan yang nekat. Seharusnya ia bisa berpikir lebih jernih saat itu.
Syukurlah ia selamat…
“telpon walinya” perintah sang dokter pada perawat yang
ada di sampingnya. Ia lantas pergi keluar ruangan sedangkan sang dokter
memeriksa keadaan Yunho lebih lanjut.
Sekitar lima belas menit kemudian, pintu ruangan
kembali dibuka dari luar. Changmin tiba dengan nafas masih agak tersengal,
rupanya ia berlari dalam perjalanan ke mari. Di belakanganya Cho Kyuhyun
mengikuti, sorot wajahnya lebih tenang dari Changmin setelah melihat bosnya
siuman.
“hyeong…” Changmin segera mengenggam tangah Yunho
“syukurlah… syukurlah kau selamat…”
“presdir… saya senang anda sudah bangun” sapa Kyuhyun
hormat.
Yunho masih terlihat lemah, hanya tatapan mata itu yang
bisa mewakili semua kata-kata penyesalannya “mianhae, aku begitu ceroboh”
“kalau kau mau mati, seharusnya kau bilang dulu
padaku!” Changmin ingat lagi kejadian malam itu saat dirinya menemukan Yunho
bersimbah darah.
“hm…” Yunho mengangguk lemah “maaf… aku lagi-lagi
merepotkan kalian”
“sekali lagi kau berbuat seperti ini, akan benar-benar
kubakar JYH” ancam Changmin terdengar seperti sungguh-sungguh.
Mendengar itu, Yunho tahu betapa cemasnya Changmin.
Tangan Yunho lalu terangkat ke atas dan menggapai kepala Changmin, mengelusnya
penuh kasih sayang. Namja yang sudah seperti adik kandungnya sendiri itu paling
tidak mau repot, tapi semenjak ia punya kehidupan ganda –sebagai presdir JYH
dan sebagai suami Jaejoong- Changmin rela berkorban untuk bertahan di
perusahaan, melindungi dirinya.
“Oppaa…” sebelum suara itu hadir, Yunho tidak menyadari
bahwa di belakang Kyu Hyun ada Go Ara. Ia terlihat canggung, di wajahnya ada
jejak air mata yang membelah polesan make-up nya.
“Go Ara?”
“hm… kau masih mengenaliku?” gadis manis itu tersenyum
sambil menangis lagi, “aku cemas sekali saat mendengar kau dirawat… hiks…
hiks…”
“ya… bukankah tadi kau berjanji tidak akan menangis…”
kata Kyu Hyun pelan sambil menyembunyikan gerak bibirnya.
“aah… mian, aku… benar-benar cemas” ujarnya kemudian
mengusap air mata dengan kedua punggung tangannya.
“kau sudah kembali ke Korea?” tanya Yunho.
“aku sedang ada pekerjaan di sini. Hanya dua minggu,
makanya oppa harus cepat sembuh dan bekerja lagi, jadi kita bisa sering
bertemu”
Yunho tersenyum, tiba-tiba saja ia terhibur dengan
sikap ceria itu, namun jauh dalam lubuk hatinya ia justru merindukan sosok lain
“kau sama sekali tidak berubah” komentar Yunho.
***
Pukul 02.02 Jaejoong baru saja mengambil kopi panas di
pantry. Ia masih menjalani latihan dengan Junsu di sebuah ruangan. Beberapa
saat sebelum Jaejoong memasuki ruang latihan, tanpa sengaja ia mendengar Kyu
Hyun berteriak memanggil Changmin dan mengabarkan bahwa Yunho sudah siuman.
Selain itu, entah kenapa Go Ara juga bergabung bersama mereka dan langsung
pergi ke rumah sakit.
Hilang sudah fokusnya, ia penasaran setengah mati pada
keadaan Yunho namun ia tahu bahwa ia tidak mungkin mendadak hadir ke sana.
Bagaimanapun penyebab Yunho melakukan hal nekat itu adalah dirinya.
“Junsu-yah…” Jaejoong meletakan kopi panas yang baru
diminumnya sedikit “maaf aku membuatmu lembur, tapi… bisakah kita hentikan
latihannya sekarang? Aku ingin istirahat” mata itu lebih terlihat sedih
daripada lelah.
Junsu heran, namun ia urung bertanya mungkin Jaejoong
memang butuh istirahat “kalau begitu, ku antar pulang”
Jaejoong mengangguk patuh, dibereskannya lembar-lembar
kertas lagu yang dipakai dalam latihan, namun saat ia berdiri, tiba-tiba saja
kepalanya terasa pusing. Ia hilang keseimbangan dan jatuh. Junsu segera
menghampirinya dengan panik, namun saat dibantu untuk bangkit, Jaejoong justru
tak sadarkan diri.
Lima
Jaejoong sakit, suhu badannya terus naik dan pingsan
berkali-kali. Menurut dokter yang memeriksanya, Jaejoong terkena typus. Diduga
ia terlalu memaksakan diri dan memforsir tenaganya untuk bekerja sehingga daya
tahan tubuhnya melemah.
Junsu duduk di samping Jaejoong, menggenggam tangannya
erat sambil tidak henti berdo’a. “geurae, istirahatlah… kau memang butuh itu.”
Ucapnya dengan mata sedih, “setelah kau sembuh, akan kupastikan kau tidak
bekerja terlalu keras. Aku akan melindungimu…”
“mmmmh” desah Jaejoong, ia mengigau rupanya “andwae…
kajima…” kata-kata selanjutnya terdengar tidak jelas, “Yunho-yah… Yunho-yah…
Jung Yunho…” namun tiga kata terakhir itu membuat Junsu terperanjat.
“mwo? Apa kau sakit begini karena namja itu?” Junsu
tersenyum getir.
Lalu perlahan, Jaejoong membuka matanya yang nampak
sudah berkaca-kaca. Sebelum sempat mengatakan sesuatu ia melihat Junsu di
sampingnya “kenapa aku di sini?” katanya sambil berusaha bangkit.
“kau pingsan, jadi aku membawamu ke rumah sakit”
“aku tidak apa-apa…” dengan berani Jaejoong hendak melepas selang infuse yang
tersambung ke tanganya, namun segera saja Junsu menghalangi tindakan itu.
“tidak apa-apa kau bilang?” Junsu emosi “kau typus,
suhu badanmu terus naik, kau sakit Jae…!!!”
Jaejoong tidak mau mendengarkan perkataan itu, ia
kembali berusaha menarik selang infuse “gwaenchantanikka!” tegasnya. Kali ini
Junsu mencengkram bahu Jaejoong dan menatapnya tajam.
“katakan padaku! Kenapa kau bertindak seperti ini hah?
Kau menyakiti diri sendiri, kau membuat tubuhmu menderita…” serunya penuh
kemarahan.
Jaejoong menatap balik mata itu dengan dingin “karena
aku merasa lebih baik dengan begini…”
Junsu mengernyitkan keningnya, tidak mengerti.
“aku lebih tidak tahan jika disiksa orang lain,
dikurung dalam ruangan seperti binatang dengan alasan omong kosong… ‘karena aku
mencintaimu’” sindiran itu jelas ditujukan pada Junsu.
“aku sudah bilang padamu, aku tidak akan melakukan itu
lagi…” elak Junsu.
“tapi kau sudah melakukannya” sinis Jaejoong
“mwo?”
“dengan menyekapku di XIATIC house dan tidak
mengizinkanku hidup sesuai dengan kehendakku. Bukankah itu sama saja
memperbudak? Apa bedanya dengan dulu?”
Junus gemetar, ini pertama kalinya ia mendapat kritik
tajam dari Jaejoong.
“kau tahu apa alasannya kan…”
“cinta? Karena cinta?” Jaejoong tertawa sinis “cih! Itu
hanya omong kosong. Itu bukan cinta. Kau tahu, cinta itu membebaskan, bukan
mengekang. Kau melakukannya hanya demi kepuasanmu sendiri. Kau hanya
menganggapku sebagai barang koleksi agar semua orang merasa iri padamu, bukan
begitu?”
“keumanhae!” kemarahan Junsu meledak, ia tidak bisa
mengontrol tangannya yang melayang ke wajah Jaejoong yang pucat itu.
PLaaaKKK!
Jaejoong terkejut, Junsu juga. Namun tidak ada
kata-kata yang terucap setelah itu terjadi. Junsu melepaskan tangannya dari
Jaejoong dan mundur teratur, ia pergi dari ruangan itu dengan membawa
penyesalan. Sementara Jaejoong kembali menyandarkan tubuhnya pada ranjang, ia
merasa kepalanya pening sekali. Rencananya untuk pergi dari rumah sakit mungkin
harus ia urungkan. Ia lalu memejamkan mata dan sebutir air bening mengalir dari
sudut.
Enam
Junsu membanting pintu rumah dengan kasar. Dalam
perjalanan berkali-kali ia menyesali tindakan bodohnya. Selain itu ia juga
memikirkan perkataan kasar Jaejoong kepadanya. Mengapa ia merasa itu benar?
“ya! Apa saja yang kalian lakukan di kantor sampai
pulang pagi begini?” tanya Yoochun yang sedang membuat omurice di dapur.
Junsu tidak menjawab, ia hanya membuka pintu dan
mengambil botol minuman dinginnya.
“terjadi sesuatu?” tanya Yoochun tak lepas mengamati
wajah Junsu.
“Jaejoong masuk rumah sakit”
“mwo? Kenapa?”
“typus…”
Omurice telah siap, Yoochun membawanya ke meja makan.
“lalu, kenapa dengan wajahmu?”
Junsu menerguk air dingi dalam botol itu hingga ludes
“molaa…” elaknya.
“kalian bertengkar?” tebak Yoochun yang kemudian
meniup-niup sesendok omurice yang masih panas.
Tatapan Junsu melayang jauh, menembus jendela dapur
apartemennya “dia… sakit gara-gara Jung Yunho”
“tau dari mana?”
“ia mengigau nama namja itu”
Yoochun tidak langsung menaggapi, ia sibuk dengan
suapan pertama sarapannya.
“sejak dia memutuskan untuk meninggalkan Jung Yunho,
aku tidak pernah sekalipun merasa memilikinya” curhat Junsu kemudian “sikapnya
selalu dingin, di hidup seperti orang mati” lanjutnya.
“jadi kau juga merasakannya?”
Junsu mendongak “kau merasa Jaejoong seperti itu juga?”
“dia berada dalam dunia yang tidak dia inginkan, tentu
saja hal itu bisa terjadi?
Junsu menghela nafas “apakah aku terlalu kasar
padanya?” gumam Junsu sambil menatap botol di tangannya yang sudah kering.
Sementara Yoochun membulatkan matanya demi mendengar
gumaman Junsu itu. Ia teringat pesan psikiater yang merawat Junsu bahwa
tanda-tanda kesembuhan Junsu adalah jika ia mulai menyadari bahwa apa yang
dilakukannya salah.
“neo, wae geurae?” tanya Junsu heran yang melihat
Yoochun bengong.
Yoochun menyuapkan lagi omurice ke mulutnya dan
mengunyah dengan semangat “tidak, aku hanya baru sadar kalo omurice bikinanku
lebih enak dari buatan Ji Min”
***
Tujuh
Jaejoong baru saja diperiksa oleh dokter dan merawatnya
dan diberi obat. Ia melirik jam dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul
03.00 sore. Seharian ini ia tidak pergi dari ruangan dan rasanya begitu sesak.
Panasnya sudah turun sedikit namun dokter menyarankan agar Jaejoong tidak banyak
bergerak dulu.
“suster…” panggil Jaejoong pada perawat yang hampir
pergi dari ruangan setelah memberinya obat.
“ya?” sahut perawat itu.
“bolehkah aku berjalan-jalan keluar? Aku merasa sesak
berada di ruangan ini”
Sang perawat nampak belum bisa memutuskan, ia lalu
memeriksa kembali catatan medis Kim Jaejoong yang berada di tangannya lalu
menanyakan sesuatu pada pasien cantik itu “bagaimana dengan sakit kepalamu?”
“sudah agak mendingan, aku rasa aku semakin pusing jika
tiduran lagi”
“hm, baiklah. Di belakang sini ada taman kecil, kau
bisa pergi ke sana untuk menghirup udara segar”
“ne, suster”
“oh ya, kalau kau merasa badanmu mulai tidak enak lagi,
segera kembali ya”
Jaejoong mengangguk.
“atau, anda butuh ditemani?”
Jaejoong tersenyum lalu menggeleng pelan “aku pergi
sendiri saja”
***
Angin yang bertiup di sela pepohonan itu membuat daun-daun
kering berjatuhan. Jaejoong duduk di kursi taman dan mulai dihujani daun-daun
kering berwarna kuning keemasan itu. Ia mendongak, menangkap daun-daun itu
dengan satu tangannya.
Sejak tadi ia hanya duduk melamun di kursi itu.
Pikirannya kosong, ia menolak untuk memikirkan siapapun saat ini. Tidak Junsu,
tidak pula Yunho.
“mwohae Agassi?” tanya seorang nenek yang nampaknya
pasien rumah sakit juga. Ia tersenyum sambil meminta izin untuk duduk di
sebelah Jaejoong.
“hanya melamun halmoni” jawab Jaejoong agak malu.
“sepertinya kau sedang banyak masalah” tebak nenek itu,
tanpa ragu.
“dari mana halmoni tahu?” heran Jaejoong.
Nenek itu tersenyum, kali ini lebih lebar “di usia sepertiku
nanti, kau juga akan merasa bisa-melihat-semuanya” ia lalu tertawa, entah yang
dikatakannya itu benar atau tidak.
“benar, belakangan ini hidupku benar-benar kacau” kata
Jaejoong yang terpancing untuk curhat “jika dipikir-pikir, hidupku memang sudah
kacau dari dulu, aku bahkan tidak punya orang tua!” ia lalu tersenyum pahit.
“kau merasa ingin menghilang dari dunia ini, kan?”
Jaejoong diam sebentar lalu menangguk “hm…”
“aku juga pernah mengalami masa-masa seperti itu” mata
kelabunya menerawang ke langit “orang-orang di sekitarku selalu membuatku
berada dalam masalah, di satu sisi mereka menyayangiku, tapi di sisi lain
mereka seperti membunuhku pelan-pelan. Aku hampir bunuh diri waktu itu…”
“bunuh diri?”
ah… kata-kata itu mengingatkan Jaejoong pada Yunho. “lalu, apa yang membuatmu
berubah pikiran?” Jaejoong penasaran.
Sang nenek yang ramah senyum itu tertawa kecil “mungkin
karena aku terlalu menyayangi diri sendiri… hehehe, aku memutuskan untuk kabur
ke suatu tempat dan tidak bertemu mereka lagi”
Jaejoong bersimpati “pasti berat untukmu” komentarnya
pendek.
Nenek itu tidak tersenyum lagi, ia menatap Jaejoong
seolah kata yang hendak diucapkannya itu adalah pesan berharga “awalnya memang
begitu. Aku sempat berpikir untuk kembali ke tempat asalku dan menanggung semua
luka itu. Tapi, aku bertahan dengan keyakinan seperti ini ‘di tempat baru ini
pun aku bisa menemukan kebahagiaan, berjuanglah!’” halmoni tersenyum mengenang
perjuangannya dulu “setiap hari kukatakan pada diri sendiri bahwa aku bahagia”
Jaejoong nampak menyimak dengan baik “lalu, bagaimana?
Apakah kau bahagia?”
“kebahagiaan itu tidak bisa kau cari, tapi kau yang
bisa membuatnya sendiri. Aku mulai bangkit dan bertemu dengan orang-orang baru
yang mengantarkan lebih banyak kebahagiaan padaku” Ia tersenyum lagi “bertahun
tahun berikutnya, aku hampir lupa bahwa aku pernah mengalami masa-masa gelap
itu…”
Jaeoong terpana, ia seolah merasa iri pada kehidupan yang
pernah dijalani nenek itu. Apakah ia bisa seperti halmoni sementara ia adalah
seorang penyanyi terkenal?
“aigooo” halmoni bangkit dari duduknya sambil memegangi
punggung yang terasa linu “sepertinya kita harus kembali ke kamar, Agassi” ia
menatap langit yang mulai mendung.
Jaejoong mengikuti tatapan nenek itu sebelum memutuskan
untuk berjalan bersama menuju kamar rawat.
***
Jaejoong sedang berjalan di koridor saat ia melihat
sosok itu: Jung Yunho!!!
Langkahnya terhenti dan ketakuan hebat menyerangnya, ia
menatap Jung Yunho dan begitupun Yunho. Di samping Yunho ada Ara, ia tengah
menuntun tangan Yunho yang belum terlihat pulih benar itu.
“Omo! Jaejoong-ssi??” Ara sontak mengampiri Jaejoong
dan bertanya mengapa ia sampai berada di rumah sakit.
“hanya kelelahan” sahut Jaejoong pendek. Pikirannya
terus dilanda rasa bimbang, apakah ia harus bicara dengan Yunho sekarang atau
tidak. Namun tepat saat ia hendak membuka mulutnya untuk bicara dengan Yunho…
“Ara-yah… kajja!” Yunho mengajak Ara pergi dan segera
membuang tatapannya dari Jaejoong.
“mian, nanti aku berkunjung ke kamarmu ya” janji Ara
kemudian berlalu, menghampiri Yunho lagi dan memegang lengan namja itu. Mereka
kembali berjalan menyusuri koridor meninggalkan Jaejoong yang masih terpaku.
Hujan semakin lebat, mengaburkan pendengaran
orang-orang di sekitar akan isak tangis yeoja itu. Ia berjalan dengan gontai,
berharap tidak ada yang repot-repot menanyakan alasan ia menangis. Jaejoong
baru tahu rasanya diabaikan seperti itu, sakit… sakit sekali.
“kau yang lebih dulu meninggalkannya! Sadarlah!!”
peringatan itu terus muncul di kepala Jaejoong namun tidak juga dapat
menghentikan tangis pilunya.
Jaejoong sengaja masuk ke kamar mandi, menyalakan
keran dan menangi sejadi-jadinya di sana.
***
Episode 8 end... Whaa, gimana readers? Sehat?? eh... maksudnya FFnya, seru ga? biasa aja ya... hehehe, nggak apa-apa deh, namanya juga belajar. Sampai jumpa minggu depan, Kim Jaejoong, fightiing, Jung Yunho, fighting!! Shim Changmin, fightiiing, Park Yoochun, fightiiing, Admin, fightiiiiing!!!!
hehehe --> ketawa tanpa sebab.